Warga Sebut Inal, Ef dan Ong Sebagai Suplier, HKI Kerjakan Tol Pekanbaru-Rengat Dengan Bahan Material ilegal ?

Warga Sebut Inal, Ef dan Ong Sebagai Suplier, HKI Kerjakan Tol Pekanbaru-Rengat Dengan Bahan Material ilegal ?

TABLOIDTIRAI.COM - Proyek strategis nasional Tol Pekanbaru-Rengat dan Tol Lingkar Pekanbaru menjadi sorotan tajam berbagai pihak. Selain disebut-sebut penggunaan material yang tidak sesuai standar nasional, kuat dugaan proyek tersebut juga jadi ajang mainan oknum-oknum tertentu guna meraup keuntungan yang fantastis.

Terpantau di lapangan, sebagaimana dilansir dari media Warta Rakyat, sejumlah truk melangsir material mentah dan berukuran kecil ke lokasi proyek Tol. Diduga, material-material tersebut berasal dari galian C Ilegal yang beroperasi di wilayah desa Sungai Pinang, Kec. Tambang, Kab. Kampar-Riau.

Warga lokal yang bermukim tidak jauh dari lokasi proyek mengatakan suplier bahan-bahan material itu adalah pengusaha galian C Ilegal Efrinaldi, yang akrab disapa si Ef dan Ong Satria. "Mereka adik-beradik tu, kabarnya Galian C mereka tak ada izin alias ilegal" kata narasumber yang minta identitasnya dirahasiakan, Sabtu (3/5).

Selain itu, mafia galian C diduga ilegal lainnya disebut-sebut bernama Inal. Informasi dari narasumber, Inal tak lain adalah keponakan dari anggota DPR RI asal Kampar, Syahrul Aidi Ma'azat. "Ya, bang, Inal yang punya galian C. Inal keponakannya H. Syahrul Aidi," kata salah satu orang kepercayaan Inal kepada wartawan, belum lama ini.

Proyek pembangunan Tol Pekanbaru – Rengat dilaksanakan oleh PT Hutama Karya (Persero) melalui anak usahanya, PT Hutama Karya Infrastruktur (HKI), yang ditunjuk sebagai kontraktor utama. HKI bertanggung jawab atas pembangunan fisik ruas Tol Pekanbaru – Rengat, termasuk seksi Lingkar Pekanbaru sepanjang 30,57 kilometer. HKI juga membangun sejumlah fasilitas seperti gerbang tol, interchange, dan jembatan sungai di sepanjang jalur tersebut.

Namun, dugaan mencuat bahwa HKI turut menggunakan material yang dipasok dari galian ilegal dan tidak sesuai spesifikasi teknis. Hal itu sangat disayangkan oleh banyak pihak. Seorang tokoh masyarakat Kampar yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan, material yang digunakan dalam proyek tol tidak sesuai dengan standar teknis nasional. “Ini proyek strategis nasional. Seharusnya menggunakan material yang telah melalui uji kualitas atau uji live demi menjamin daya tahan jalan tol dalam jangka panjang,” ujarnya.

Menurutnya, penggunaan material mentah dan berukuran kecil tanpa uji laboratorium hanya akan memperpendek usia pakai jalan dan meningkatkan risiko kerusakan dini. Ia juga menyebut bahwa beberapa aktivitas galian C legal di Bangkinang justru tidak dimanfaatkan, padahal material dari lokasi tersebut telah terjamin kualitasnya.

Hal senada disampaikan oleh aktivis pegiat Lingkungan Riau AM Simatupang. Ia mengatakan ini bukan kali pertama dibuat oleh HKI. "Dulu proyek tol Pekanbaru-Bangkinang juga sempat memakai bahan material dari galian C ilegal. Setelah ketahuan awak media, barulah beralih ke suplier lain" kata AM.

Pihaknya mendesak Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, untuk turun tangan dan memastikan proyek ini dikerjakan secara transparan, profesional, serta sesuai ketentuan hukum. “Harus ada investigasi tuntas. Jangan sampai proyek strategis ini menjadi ladang permainan dan penyalahgunaan kewenangan. UU juga mengatur bahwa material harus sesuai spesifikasi dan tidak boleh asal,” tegasnya.

Penggunaan material dari galian C ilegal dan yang tidak memenuhi standar teknis tidak hanya mencederai kualitas proyek nasional, namun juga melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, pelaku tambang ilegal dapat dijerat Pasal 158 dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda hingga Rp100 miliar.

Selain itu, dalam UU No. 2 Tahun 2022 tentang Jalan disebutkan bahwa setiap proyek infrastruktur jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik fungsi. Pelanggaran terhadap ketentuan ini bisa dikenakan sanksi administratif hingga pidana.

Jika terbukti ada unsur kolusi atau penyalahgunaan kewenangan, para pelaku juga bisa dijerat dengan UU Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman hukuman penjara hingga 20 tahun dan denda Rp1 miliar.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak-pihak terkait belum dapat dikonfirmasi.

Dengan maraknya praktik semacam ini, diperlukan pengawasan ketat dari aparat penegak hukum dan lembaga negara agar proyek infrastruktur yang menyangkut kepentingan rakyat tidak dikotori oleh praktik kotor segelintir pihak, termasuk dari kalangan perusahaan BUMN, mitra kerja, dan politisi. (Rido/wr)

#Tol Pekanbaru Rengat #HKI